Tentang Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tentang Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Sumber: Kemenkes

Hari ini tanggal 15 Juni 2021. Seperti biasanya diperingati sebagai Hari Dengue Asean atau ADD. Dan tema yang diusung pada peringatan kali ini adalah “Bersama Lawan Dengue di Masa Covid-19” sebab memang Covid-19 menjadi ko-infeksi DBD atau sebaliknya. Sehingga di masa pandemi ini pemeriksaan DBD juga dilakukan di samping pemeriksaan Covid-19.

Untuk lebih memahami DBD dalam rangka mencegah dan mengendalikannya, kali ini kita akan membahas mengenai epidemiologi penyakit DBD, sekaligus sebagai sarana untuk memperingati ADD hari ini.

Baca juga: Yuk, Cari Tahu tentang Epidemiologi.

WILAYAH YANG MENJADI HABITAT VEKTOR DBD

Tadinya, sebelum menjadi penanggung jawab program pencegahan dan pengendalian penyakit DBD di kota kami, saya selalu berpikir bahwa penyakit DBD ada di setiap negara di seluruh dunia. Tetapi, setelah mendalami penyakit ini beberapa lama, barulah Saya paham, bahwa penyakit ini ditularkan oleh vektor. Sehingga tentu saja DBD hanya ditemukan di negara-negara yang mempunyai habitat vektor penularnya, yaitu Aedes aegyti dan Aedes albopictus, dan itu tidak semua negara di dunia.

Nyamuk Aedes sp sebagai penular atau vektor penyakit DBD, hidup di daerah dengan iklim tropis dan subtropis. Berarti negara-negara yang beriklim sedang dan dingin, sedikit aman dari penyakit ini. Kecuali, jika nyamuknya dapat bermutasi atau beradaptasi di daerah yang jauh berbeda dengan habitatnya. Tetapi, semoga ini tak akan pernah terjadi. Sebab, bisa-bisa dunia akan terdampak pandemi DBD nantinya.

Daerah yang masuk dalam iklim tropis terletak di sekitar equator atau harus khatulistiwa, yaitu di antara garis 23.5 derajat lintang utara sampai 23.5 lintanh selatan. Yang termasuk dalam wilayah ini yaitu, negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia, sebagian negara di Asia seperti India, Hongkong dan Arab Saudi. Negara-negara Amerika Latin seperti Brasil, Peru dan negara di Amerika Tengah. Juga beberapa negara di Afrika seperti Nigeria, Madagaskar, Kenya, Kongo, dan lain-lain.

Sedangkan wilayah yang beriklim subtropis terletak di garis 20° sampai 40° lintang utara dan lintang selatan. Yang termasuk wilayah ini adalah sebagian besar negara di Asia seperti Iran, Irak, Nepal, Tiongkok, Jepang, Korea Utara dan Selatan. Termasuk Afrika Selatan, Australia bagian selatan, Cile, Turki, dan lain-lain.

Namun, meskipun nyamuk penular penyakit DBD memang bisa hidup di wilayah dua iklim tersebut, tidak semua negara di dalamnya ditemukan kasus DBD. Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi keberadaan dan perbedaan tingkat kejadian DBD ini.

PENYEBARAN PENYAKIT DBD DI DUNIA

Epidemi pertama demam berdarah tercatat pada tahun 1635 di Hindia Barat Prancis, meskipun wabah penyakit yang sesuai dengan demam berdarah telah terjadi dilaporkan di Cina pada awal 992 M. Selama abad ke-18, 19 dan awal abad ke-20, epidemi penyakit mirip demam berdarah dilaporkan dan dicatat secara global. Rush mungkin menggambarkan demam berdarah ketika dia menulis tentang “demam patah tulang” yang terjadi di Philadelphia pada tahun 1780. Sebagian besar kasus selama epidemi pada waktu itu menirukan DF klinis, meskipun beberapa menunjukkan karakteristik bentuk penyakit hemoragik.

Dari tahun 1950-an sampai tahun 1970-an, bentuk demam berdarah ini dilaporkan sebagai epidemi secara berkala di beberapa negara Asia seperti India, Filipina, dan Thailand. Selama tahun 1980-an, insiden meningkat tajam dan distribusi virus meluas ke pulau-pulau Pasifik dan Amerika tropis. Di wilayah yang terakhir, spesies ini kembali menginfestasi sebagian besar daerah tropis negara pada 1980-an karena pemberantasan Aedes aegyti.

Peningkatan penularan penyakit dan frekuensi epidemi juga merupakan akibat dari sirkulasi beberapa serotipe di Asia. Hal ini menyebabkan munculnya DBD di Pasifik Kepulauan, Karibia, dan Amerika Tengah dan Selatan. Jadi, dalam waktu kurang dari 20 tahun pada tahun 1998, Daerah tropis Amerika dan Kepulauan Pasifik berubah dari bebas demam berdarah menjadi demam berdarah serius/masalah DBD.

Setiap 10 tahun, rata-rata jumlah kasus tahunan DF/DHF yang dilaporkan ke WHO terus tumbuh secara eksponensial. Dari tahun 2000 hingga 2008, rata-rata jumlah kasus tahunan adalah 1.656.870, atau hampir tiga setengah kali lipat dari tahun 1990-1999 yang hanya 479.848 kasus. Pada tahun 2008, laporan 69 negara dari wilayah WHO di Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Amerika melaporkan aktivitas demam berdarah.

Perluasan geografis area dengan penularan demam berdarah atau aktivitas demam berdarah yang bangkit kembali telah telah didokumentasikan di Bhutan, Nepal, Timor-Leste, Hawaii (AS), Kepulauan Galapagos (Ekuador), Pulau Paskah (Chili), dan Daerah Administratif Khusus Hong Kong dan Khusus Makau Wilayah Administratif Cina antara 2001 dan 2004. Sembilan wabah demam berdarah terjadi di Queensland utara, Australia, dalam empat tahun dari 2005 hingga 2008.

Pada tahun 2009, semua negara Anggota kecuali Republik Rakyat Demokratik (DPR) Korea melaporkan wabah dengue. Timor-Leste melaporkan wabah pada tahun 2004 untuk pertama kalinya. Bhutan juga melaporkan wabah demam berdarah pertamanya pada tahun 2004. Demikian pula, Nepal juga melaporkan kasus demam berdarah pertamanya first pada November 2004.

Jumlah kasus demam berdarah telah meningkat selama tiga sampai lima tahun terakhir, dengan berulang epidemi. Selain itu, telah terjadi peningkatan proporsi kasus DBD dengan tingkat keparahan, terutama di Thailand, Indonesia dan Myanmar.

DBD DI INDONESIA

Indonesia sebagai salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara, merupakan wilayah yang beriklim tropis. Wilayah seperti ini, memang merupakan daerah yang baik untuk nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albopictus berkembang biak.

Tahun 1968 adalah pertama kalinya ditemukan kasus DBD di Indonesia, tepatnya di Surabaya. Sejak itu, penemuan kasusnya semakin meluas dan banyak daerah di Indonesia menjadi wilayah yang endemis DBD. Artinya setiap tahun selalu terjadi penyakit DBD di sana.

Meskipun sebagai negara, Indonesia merupakan endemis DBD tertinggi, tetapi, tidak semua provinsi serta Kabupaten kotanya merupakan daerah endemis juga. Ada wilayah yang sporadis ada juga daerah yang bebas DBD selama tahun berjalan. Semuanya ditentukan faktor nyamuk dan manusia sebagai host penyakit DBD.

Referensi:

  1. https://kids.grid.id/read/472411835/jenis-jenis-iklim-di-dunia-yaitu-tropis-subtropis-sedang-dan-dingin
  2. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah
  3. Candra, Ayu. 2010. “Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan”. Aspirator Vol 2 No. 2 tahun 2010.
  4. https://www.google.com/amp/s/enesis.com/id/artikel/sejarah-penyebaran-demam-berdarah-di-indonesia/amp/

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply